Risa suka melihat Rika tertawa, tapi Risa tidak
suka saat melihat bahagia itu karna penderitaan orang lain. Meskipun Rika
selalu melimpahkan semua kesalahannya pada Risa, Risa tidak akan marah padanya.
Sama seperti saat ini.
Risa harus duduk di hadapan dosen dan mendengarkan
ceramah selama 1 jam karna tidak menyelesaikan tugas lagi. Dan orang yang
seharusnya duduk di tempat itu adalah Rika.
Mereka adalah saudara kembar, kembar identik,
sampai tidak ada seorang pun yang dapat membedakan penampilan fisik mereka.
Hanya sifatlah yang membuat mereka berbeda. Risa selalu sabar dalam menghadapi
Rika, meskipun Rika selalu menyakitinya sedemikian rupa.
***
"Van, aku balik duluan ya"
"Kok cepat banget Ris, kita kan masih ada 1
kelas lagi. Kamu sakit ya Ris?" Tanya Vani menyelidik.
"Kurang enak badan aja kok Van" Sebenarnya
perasaanku yang gak enak, batin Risa.
Randi yang dari tadi memperhatikan kedua sahabat
itu, mencoba menawarkan diri "Aku antar kamu pulang ya Ris"
“Gak usah Ran, aku bisa pulang sendiri kok" Risa
yang terkejut mencoba untuk menolak tawaran Randi.
"Jangan Van, nanti kalo ada apa-apa di jalan
gimana. Lagian Sigit kan belum tentu bisa antar kamu sekarang" sambil
mengedipkan mata ke arah Randi.
"Aku masih bisa pulang sendiri kok Van, gak
usah repotin Randi" Tolak Risa.
"Gak
repot kok, kan aku yang nawarin diri buat anter kamu"
"Tuh kan Ris, Randi aja gak ngerasa di
repotin. Ya udah Ran, ini tas kamu, dan antar Risa sampai di rumah dengan
selamat" Vani membereskan Tas Randi dan mendorong mereka keluar kelas.
***
Hari ini Risa benar-benar gak enak badan. Bukan
cuma badannya, tapi juga perasaanya. Gak tau kenapa akhir-akhir ini Sigit susah
untuk di hubungi.
Sigit memang tunangan Risa, tapi hubungan mereka
sekarang sudah gak seperti dulu lagi. Sekarang dia lebih suka membatalkan janji
pertemuannya dengan Risa, tapi Risa gak pernah marah. Dia selalu mengerti
apapun alasan yang Sigit buat.
Seharian ini Sigit gak ada kabar, dan itu membuat
Risa cemas
***
"Kamu baik-baik aja Ris ?" Suara Randi
membuat Risa sadar dari lamunannya.
Sepanjang perjalanan Risa hanya diam dan asyik
dalam lamunannya sendiri. Sampai tidak menyadari kehadiran Randi di sampingnya.
Randi memutuskan untuk menepikan mobilnya di pinggir jalan.
"Ris kamu gak papa?" Genggaman tangan
Randi di jemarinya membuatnya terkejut.
"A..aku baik-baik aja kok" Jawab Risa.
Tatapannya langsung tertuju di mata Randi yang kelihatannya cemas dengan
kondisi Risa. Mata hijau yang memandangnya sekarang membuat jantungnya
tiba-tiba berdetak tak teratur.
"Kita ke dokter aja ya" pinta Randi.
"Nggak usah Ran, makasih banyak, tapi aku
baik-baik aja, beneran. Aku cuma gak enak badan dikit kok"
Randi menatap wajah Risa dalam-dalam, mencoba
mencari kebenaran dari jawaban Risa.
"Tapi tangan kamu dingin Ris"
Risa langsung menarik tangannya yang sedari tadi
ada dalam genggaman Randi. Dia lupa kalo Randi masih menggenggam jemarinya.
Risa mencoba mencari alasan "Mungkin ini cuma pengaruh ac mobil".
"Maaf, ac nya terlalu dingin ya?" Randi
lalu menurunkan temperatur ac mobilnya.
Risa tersenyum melihat sikap Randi. Pria ini jelas
sangat khawatir padanya.
Randi berbalik kembali ke arah Risa "Gimana
Ris, masih dingin?"
"Sudah nggak kok"
"Kamu lagi ada masalah ya Ris?" Risa
hanya menjawab dengan gelengan kepala.
"Akhir-akhir ini aku lihat kamu lebih banyak
melamun, apa kamu memikirkan Rika, atau Sigit ?"
Apa...Randi memperhatikannya? Risa gak sadar kalo
di perhatikan.
Risa menatap
Randi dengan pandangan menyelidik. Randi mengerti arti tatapan Risa dan mulai
salah tingkah, dia mencoba mencari alasan "Mmm...kamu memang agak berbeda
akhir-akhir ini, dan semua orang bisa melihat itu. Bukan cuma aku Ris"
Risa mencoba berpikir untuk menjawab pertanyaan
Randi. Iya, Risa memang lagi memikirkan mereka berdua. Rika yang sudah jarang
masuk kampus, dan Sigit yang tidak seperti dulu lagi.
"Mungkin karena tugas-tugas kuliah aja yang
semakin banyak, makanya aku kurang semangat. Kita jalan aja ya"
Randi melanjutkan perjalanan kembali.
Aku tau kamu bohong Ris, tapi aku gak akan
nyerah, batin Randi.
***
Sesampainya di rumah Risa, dia ingin menolak
ajakan Randi yang ingin mengantar nya sampai ke dalam rumah. Tapi permintaan
tulus Randi membuat hatinya luluh. Randi tidak ingin terjadi apa-apa terhadap
Risa.
Pintu rumah tidak terkunci. Risa agak heran,
biasanya dia selalu menguci semua pintu dan jendela sebelum berangkat ke
kampus, jadi gak mungkin kalo pintu bisa terbuka sendiri. Kecuali kalo terjadi
sesuatu di dalam rumah, pikir Risa. Dia mulai mengecek gagang pintu, dan semua
nya baik-baik saja, tidak ada yang rusak atau pun lecet.
Mungkin Rika sudah di rumah, batin
Risa.
Randi mengikuti arah pandangan Risa, dan menyadari
apa yang sedang di pikirkan Risa.
Dia lalu bersikap waspada, menarik pergelangan
tangan Risa, hingga membuatnya berdiri di depan membelakangi Risa.
Randi membuka pintu perlahan, dan saat pintu
terbuka lebar, suasana tiba-tiba hening.